Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik bentuk dan makna simbolik yang terdapat pada 'banua layuk' di Mamasa sbg salah satu usaha unt menggali nilai-nilai budaya tradisional yg selama ini dirasa cenderung mulai ditinggalkan. Secara khusus bertujuan (1) mengetahui perkembangan bentuk rumah di Mamasa (suku bangsa Toraja), (2) mendeskripsikan proses pembuatan rumah, khususnya banua layuk di Mamasa (3) mendeskripsikan karakteristik bentuk dan fungsi banua layuk sbg rumah adat suku bangsa Toraja di Mamasa, dan (4) menguraikan makna simbolik yg terdapat pada banua layuk serta sekilas perbandingan antara banua layuk dengan tongkonan.
Di dalam penelitian ini dikemukakan anggapan dasar (1) Rumah adat banua layuk di Mamasa sbg hasil kebudayaan sarat dengan simbol-simbol yang mengandung makna sesuai dengan sistem nilai budaya yang dianutnya, (2) Banua layuk di Mamasa dengan tongkonan di Tana Toraja terdapat beberapa persamaan, juga terdapat beberapa perbedaan antara banua layuk dengan tongkonan. Perbedaan itu disebabkan oleh kondisi lingkungan alam dan sosial budaya yang berbeda dari masing-masing rumah adat. Obyek penelitian terdiri atas tiga buah rumah adat banua layuk dan sebuah banua sura'.
Obyek penelitian masing-masing berlokasi di Rantebuda, Buntukasisi. Orobua, dan Tawalian kesemuanya dalam wilayah Kecamatan Mamasa. Penetapan ketiga banua layuk tsb sbg penelitian dgn pertimbangan bahwa mereka (dari segi bentuk) relatif masih orisinil dan bahkan masih ditempati sampai saat ini sbg laiknya sebuah rumah. Selain itu, pertimbangan keterjangkauan juga turut berpengaruh. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah observasi, wawancara, dan tinjauan pustaka. Dalam kegiatan observasi digunakan tustel untuk merekam bentuk dan bagian-bagian banua layuk. Dan, dalam kegiatan wawancara digunakan tape recorder dan catatan untuk merekam hasil pembicaraan. Analisis data yang digunakan adalah Analisis Interaktif (Miles dan Huberman, terj. Rohidi) yang terdiri atas empat komponen, yakni pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Di samping itu juga model analis karya seni menurut Edmund Feldman (1992;9) yang menggunakan empat tahapan, yakni: deskripsi, analisis, interpretasi, dan kesimpulan.
Hasil temuan dalam penelitian ini, yaitu (1) Bentuk rumah tradisional di Mamasa saat ini adalah hasil perkembangan dari bentuk sebelumnya yang bermula dari banua pandoko dena, banua lentong appa, banua tamben dan banua tolo' (sanda ariri). Dari bentuk rumah yang keempat (banua tolo) akhirnya menjadi ciri khas rumah tradisional, khususnya banua layuk di Mamasa terikat oleh lokasi, arah, dan bahan bangunan, dan waktu mendirikan bangunan. Proses pembuatan banua layuk dari permulaan hingga bangunan siap untuk ditempati tidak terlepas dari kegiatan upacara ritual dengan mengorbankan ayam atau babi. (3) Struktur banua layuk yang terdiri atas tiga bagian, yakni atap, badan, dan kolong (rumah panggung), selain karena pertimbangan fungsional sekaligus tersirat makna filosofi. Secara fungsional bentuk rumah panggung dapat (a) menghindarkan gangguan dari binatang buas, (b) lantai dapat menampung hawa panas di malam hari, sehingga cocok untuk daerah dingin, (c) kolong dapat berfugngsi praktis. Sedang makna filosofi dibalik struktur banua layuk yang terdiri tiga bagian adalah simbol dari makroskosmos yang terdiri atas tiga lapisan yakni dunia atas, tengah, dan bawah. (4) Banua layuk sebagai rumah adat sarat dengan makna simbolik sebagai cerminan dari nilai-nilai budaya yang dianut oleh masayarakatnya. Simbol-simbol tersebut ditemukan pada struktur, ukiran, dan unsur-unsur lainnya yang terdapat pada banua layuk. (5) Terdapat beberapa persamaan di samping perbedaan antara banua layuk di Mamasa dengan tongkonan di Tana Toraja. Adanya persamaan dari keduanya karena mempunyai akar budaya yang sama, dan adanya perbedaan disebabkan oleh kondisi lingkungan dan sosial budaya yang berbeda dari kedua rumah adat tersebut. (6) Dari hasil analisa bentuk atap, posisi tangga, dan keberadaan badong diduga kuat bahwa bentuk banua layuk di Mamasa lebih awal daripada bentuk tongkonan di Tana Toraja saat ini. Untuk membuktikan hal ini diperlukan penelitian khusus dari disiplin ilmu yang relevan.
Sumber : http://digilib.itb.ac.id
3 komentar:
Suatu penelitian hendaknya bersifat objektif. Jangan dulu menyimpulkan Mamasa sebagai suku bangsa Toraja hanya karena Mamasa mempunyai banyak kesamaan dengan Toraja. Contoh, budaya Jawa secara kerangka punya banyak kesamaan dengan budaya Sunda, tapi tidak lantas bisa menyimpulkan bahwa Sunda termasuk suku Jawa.
Bukan maksudnya menyimpulkan bahwa Mamasa sebagai suku bangsa Toraja. Namun tidak bisa dipungkiri sehari-harinya seperti itu. Penelitian ini memiliki maksud-maksud tertentu khususnya mengarah pada perbandingan Banua Layuk dengan Tongkonan. Itu menurut saya, krn ini adalah penelitian orang yang perlu dihargai.
"Bukan maksudnya menyimpulkan ... >> Namun tidak bisa dipungkiri ..." Sama saja kawan, tetap saja Anda menyimpulkan seperti itu. Hal seperti inilah yg menyebabkan Mamasa tidak pernah bisa maju. Padahal kalau ditelusuri dengan benar, Mamasa adalah proto-kultural atau pencipta pertama dari budaya Sulawesi Selatan & Barat bagian pegunungan. Dan bukan tidak mgkn budaya dari Mamasa yg diboyong kesana. Meski memang ada sebagian budaya Toraja menyusup, namun pada dasarnya budaya Mamasa adalah asli kreasi sendiri. Dan akar budaya Mamasa tidak berbeda dengan Pitu Ulunna Salu, seperti Ada'tuo, prinsip Pada Okko' Pada Ke'de', Sitayuk Sikamase, itu tdk ada di Toraja.
Bukan tidak menghargai penelitian org lain. Saya setuju dengan studi yg dilakukan dlm penelitian ini. Tapi sy tdk setuju dengan klaim yg menilai terlalu dini dengan mengatakan suku bangsa Toraja.
Istilah Toraja itu familiar di Tana Toraja, mgkin pula di daerah Tandalangan (ToBar). Tapi tidak di Mamasa. Buat kami kalau sudah namanya Toraja, berarti di luar lingkup masy Mamasa. Karena itu sy tdk setuju dgn anggapan yg terlalu meng-generalisir
Ibaratkan saja sekarang, Alfred mencipta mesin ketik, kemudian diduplikasi Robert. Tapi karna mesin ketik Robert lebih dikenal, bolehkah mesin ketik ciptaan Alfred boleh diklaim sebagai mesin ketik Robert?
Posting Komentar